Hadiah yang Tepat Untukmu

 



"Aku ingin menjadi diriku sendiri." Katamu.

Beberapa darimu atau kita kerap berkampanye menjadi diri sendiri, mengatakan pada seluruh semesta jika dalam hatimu yang kecil menginginkan "Be Yourself" yang kerap sekali menjadi highlight pada akun-akun psikologi di sosial media. 

Menjadi diri sendiri, kerap banyak yang tidak memahami akan arti ini. Kerap pula kita hanya mengikuti pola arus sosial media yang membahas topik "menjadi diri sendiri" namun salah kaprah dalam maknanya.

Menjadi diri sendiri, hanya dipahami sebatas penerimaan atas kekurangan dan kelebihan. Hanya itu. Tanpa mengelola bagaimana kekurangan dapat tertutupi oleh kelebihan. Atau bonusnya, kekuranganmu dapat terkurangi dan kelebihanmu dapat terasah lagi.

"Inilah aku, aku yang apa adanya!". Kerap kamu mengatakan itu sembari membusungkan dadamu. Memaksa orang lain menghargai kekuranganmu, dan kamu dengan lantang melakukan itu sembari menepuk dada, yang tentunya menepuk tanpa melihat isi dalamnya. Jauh ke dalam, menembus banyak urat nadi, lalu hanyut bersama darah yang mengisi rongga-rongga tubuh, jauh ke dalam hingga kamu menemukan kalbu. Dengan kata lain, kamu tak melihat dirimu versi sekarang yang masih saja abu-abu.

---


"Aku ingin menjadi diriku sendiri." Katamu pada siang yang sangat terik itu, sembari menunggu gado-gado pesananmu tetapi kamu sudah menghabiskan setengah gelas es teh di mejamu. Ya, siang itu sangat terik dan udaranya sangatlah membuat semua orang gerah. 

"Kalau kamu ingin menjadi dirimu sendiri, memangnya dirimu yang sekarang ini bagaimana?" Jawabku. Sama denganmu, aku sedang menunggu gado-gado extra telur dadar dan extra saus kacang. Siang yang sangat terik membuatku sedikit melepas kancing baju atas, berharap udara segar memasuki rongga baju dan menyejukkan dada, tapi yang ada malah udara panas seperti dalam oven yang memanggang kue putu ayu. 

Hening saat itu. Kamu tak mampu menjawabnya, tentu saja bukan karena kamu bisu atau sedang melamun melihat bapak-bapak tukang parkir depan warung gado-gado yang sedang merapikan motor demi dua ribu rupiah namun dianggap harga yang sangat mahal bagi sebagian orang. Kamu tak mampu menjawabnya karena kamu belum tahu siapa dirimu yang sekarang.

"Kamu sama sekali belum memahami dirimu sendiri. Bagaimana caramu menjadi dirimu jika kamu saja tak mengenali dirimu yang sudah hidup hingga berkepala dua?" Tanyaku memecah keheningan. Namun ternyata hening berbeda dengan piring, piring yang telah pecah tak dapat disatukan kembali. Dia harus didaur ulang, dibawa oleh pedagang rongsokan, dicairkan di dalam pabrik dengan panas yang sangat tinggi hingga mencair, lalu ditempanya kembali menjadi piring yang utuh, benar-benar membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperbaiki piring yang pecah. Namun jika keheningan, ku pecah keheningan, hanya dengan angin sepintas hening dapat tercipta kembali.

"Sudahlah, aku perlu mengikuti kata hatiku saja." Jawabmu mudah. Tentunya terjawab setelah ibu-ibu pemilik warung gado-gado memberikanmu makanan yang kamu tunggu. Kamu verifikasi jika memang itu gado-gado, bukan lotek maupun ketoprak.

"Lalu, hati yang ingin kamu ikuti itu saat ini bagaimana?"

"Apa maksudmu?"

"Jika hati yang ingin kamu ikuti itu sedang dalam kondisi yang buruk, bukankah sama saja kamu mengikuti hal-hal buruk? Dia pasti akan memberikanmu arah yang sangat buruk! Berhati-hatilah ketika kamu mengatakan ingin menjadi dirimu sendiri. Pastikan kembali, apakah memang kamu ingin menjadi dirimu sendiri atau hanya sebuah pembelaan atas perilaku burukmu sendiri?"

"Mengenai hal buruk, aku sedang membenah diri. Ya beginilah aku, jika memang orang lain tidak menerima keburukanku, ya sudah. Aku tak masalah." Jawabmu tak acuh sembari melahap lontong yang sudah terbalut saus kacang. Es tehmu tinggal seperempat lagi habis, dan aku memesan es teh satu gelas lagi untukmu, aku tahu kamu sedang kehausan.

"Lho? Jika menjadi dirimu sendiri tidak membuatmu membenah diri dan tetap membawamu pada hal buruk, bukankah lebih baik menjadi orang lain tapi bisa membawamu ke arah yang lebih baik?"

"Kamu benar. Dan kamu lah orangnya. Itulah mengapa kamu adalah hadiah terbaik yang aku miliki." 

"Hadiah yang tepat untukmu adalah waktu untuk mengenali diri sendiri dan sebuah ruang untuk menjadi dirimu sendiri. Bukan aku."

Gado-gado telah habis. 

Kamu pun telah menghabiskan dua gelas es teh siang ini. Kita beranjak dari tempat duduk, memberikan kesempatan yang lain untuk bergilir duduk dan sama-sama memesan makanan untuk disantap, tentunya sambil bercerita dengan teman sebangkunya, entah bercerita apa, mungkin sedang menceritakan bagaimana cara kita untuk menjadi versi terbaik dari diri kita atau hadiah apa yang tepat untuk seseorang.

Menurutmu?


Komentar